PUPR Usulkan Anggaran Rp243 Miliar Demi Lancarkan Akses Jalan Provinsi di Aceh Barat

Ruas jalan provinsi di Aceh Barat yang memerlukan penanganan. Foto: (Dokumen PUPR Aceh Barat).
THE ATJEHNESE – Pemerintah Kabupaten Aceh Barat mengajukan permohonan dana sebesar Rp243,24 miliar kepada Pemerintah Pusat untuk menangani kerusakan parah pada dua ruas jalan provinsi yang dinilai sudah sangat memprihatinkan.
Pengajuan ini disampaikan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lewat skema Instruksi Presiden (Inpres) Jalan Daerah (IJD) sejak 17 April 2025.
Langkah tersebut merupakan upaya Pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk mengatasi penurunan kualitas infrastruktur jalan yang selama ini menjadi keluhan utama masyarakat dan pelaku ekonomi di wilayah itu. Dua ruas jalan yang diusulkan adalah Jalan Batas–Pidie Meulaboh dan Jalan Pribu–Kuala Bhee–Simpang Suak Timah — keduanya berperan vital sebagai jalur konektivitas antar kabupaten dan jalur distribusi logistik utama di kawasan pantai barat Aceh.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh Barat, Kurdi, mengatakan kerusakan pada kedua ruas jalan tersebut sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Tak hanya memperlambat arus transportasi, kerusakan juga menghambat aktivitas ekonomi dan mobilitas warga, terutama masyarakat di kawasan pedalaman.
“Kondisinya sudah sangat parah. Beberapa titik badan jalan amblas, retak, bahkan tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. Ini bukan hanya soal kenyamanan berkendara, tapi soal keselamatan dan kesejahteraan masyarakat,” tegas Kurdi, Rabu (7/5/2025).
Kerusakan Jalan yang Sistemik, Dampak Langsung bagi Rakyat
Berdasarkan data PUPR Aceh Barat, Jalan Batas–Pidie Meulaboh memiliki panjang sekitar 85,9 kilometer, dan saat ini sebagian besar ruasnya tidak lagi memenuhi standar kelayakan jalan nasional.
Kerusakan dipicu oleh faktor usia jalan yang sudah tua, intensitas curah hujan tinggi, dan longsor di sejumlah titik.
Akibatnya, jalur ini sering terputus saat musim hujan, mengisolasi akses warga antarwilayah dan menambah biaya distribusi barang pokok.
Sementara itu, ruas Jalan Pribu–Kuala Bhee–Simpang Suak Timah sepanjang 42,45 kilometer mengalami kerusakan berat akibat banjir tahunan. Permukaan jalan yang rusak parah dan berlumpur menyebabkan banyak kendaraan tidak bisa melintas, termasuk kendaraan logistik dan layanan publik.
“Intensitas banjir yang tinggi di daerah ini membuat jalan cepat rusak. Perbaikan menyeluruh mutlak dilakukan agar konektivitas antarwilayah tetap terjaga dan mobilitas ekonomi masyarakat tidak lumpuh,” jelas Kurdi.
Proposal Besar, Risiko Lebih Besar jika Tidak Direspon Cepat
Dari hasil kajian teknis Dinas PUPR, dibutuhkan Rp183,24 miliar untuk penanganan menyeluruh di Jalan Pribu–Kuala Bhee–Simpang Suak Timah, sementara Rp60 miliar lainnya diperlukan untuk perbaikan 20 kilometer jalan rusak di ruas Batas–Pidie Meulaboh.
Namun, hingga kini, pemerintah pusat belum memberikan tanggapan resmi atas proposal tersebut. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin terpuruknya kondisi infrastruktur jika tidak segera direspon.
Pemerintah daerah menilai, penundaan penanganan berarti memperpanjang penderitaan masyarakat yang sudah lama terhambat oleh minimnya akses jalan layak.
Kurdi menegaskan, perbaikan infrastruktur jalan bukan sekadar proyek fisik, melainkan agenda strategis untuk pemerataan pembangunan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
“Jalan yang baik berarti pelayanan publik yang lancar, harga barang lebih stabil, dan masyarakat pedalaman tidak lagi terisolasi. Pembangunan infrastruktur adalah tulang punggung keadilan ekonomi,” ujarnya.
Kritik terhadap Lemahnya Respons Pusat
Sejumlah kalangan menilai, lemahnya perhatian pemerintah pusat terhadap kondisi infrastruktur di wilayah barat Aceh menunjukkan masih adanya kesenjangan pembangunan antarwilayah.
Sementara proyek strategis nasional banyak difokuskan di wilayah perkotaan dan jalur lintas utama, daerah seperti Aceh Barat sering kali harus berjuang sendiri mencari perhatian pusat.
Pemerintah Kabupaten Aceh Barat berharap Kementerian PUPR segera menindaklanjuti proposal Rp243 miliar tersebut, mengingat kerusakan jalan sudah berdampak langsung pada perekonomian daerah dan keselamatan warga.
Jika tidak segera dilakukan, ancaman keterisolasian wilayah pedalaman bisa semakin parah dan berimplikasi pada meningkatnya biaya logistik serta menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat.
“Kami berharap dukungan nyata dari pemerintah pusat. Ini bukan hanya tentang pembangunan jalan, tapi tentang kesetaraan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk mereka yang hidup jauh dari pusat kota,” tutup Kurdi.
Catatan Redaksi:
Kondisi jalan provinsi di Aceh Barat menegaskan kembali pentingnya sinergi antara pemerintah daerah dan pusat dalam mempercepat pemerataan infrastruktur. Keterlambatan penanganan tidak hanya berakibat pada kerusakan fisik jalan, tetapi juga menurunkan produktivitas masyarakat dan memperlebar kesenjangan pembangunan di Aceh bagian barat.
