Gubernur Aceh Perjuangkan Tanah Blang Padang, Surati Presiden Minta Dikembalikan ke Masjid Raya Baiturrahman

0

Potongan surat Gubernur Aceh ke Presiden Prabowo. Foto.Net

THE ATJEHNESE – Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), secara resmi mengirim surat kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk meminta penyelesaian dan pengembalian status tanah wakaf Blang Padang di Banda Aceh kepada Nazir Masjid Raya Baiturrahman.

Surat bernomor 400.8/7180 bertanggal 17 Juni 2025 itu menjadi langkah politik penting Pemerintah Aceh dalam memperjuangkan hak atas lahan bersejarah yang disebut-sebut telah diwakafkan sejak masa Kesultanan Aceh Darussalam oleh Sultan Iskandar Muda. Dalam surat tersebut, Gubernur menegaskan bahwa berdasarkan dokumen sejarah dan catatan kolonial, tanah Blang Padang merupakan bagian dari tanah wakaf ‘Oemoeng Sara’, yang selama berabad-abad menjadi aset umat Islam Aceh untuk kepentingan sosial, keagamaan, dan pemeliharaan Masjid Raya Baiturrahman.

“Tanah ini secara hukum Islam merupakan tanah wakaf yang seharusnya dikelola untuk kemaslahatan umat. Karena itu, sudah sepatutnya dikembalikan kepada Nazir Masjid Raya Baiturrahman Aceh,” tulis Gubernur dalam surat yang ditujukan langsung kepada Presiden Prabowo di Jakarta.

Mualem dalam suratnya menjelaskan, kawasan Blang Padang yang kini sebagian besar dikuasai oleh TNI Angkatan Darat sejak pasca tsunami 2004, secara historis dan hukum Islam tidak pernah tercatat sebagai tanah negara atau aset militer. Ia menyebut, penguasaan sementara tersebut perlu ditinjau ulang agar tidak bertentangan dengan prinsip hukum wakaf dan amanah sejarah kesultanan Aceh.

Lebih lanjut, Gubernur Aceh menyertakan berbagai bukti pendukung sejarah dan hukum dalam suratnya. Salah satunya adalah referensi dari arsip Belanda tahun 1888, yakni buku De Inrichting van het Atjehsche Staatsbestuur onder het Sultanaat, yang secara jelas menyebut bahwa “Blang Padang adalah bagian dari tanah wakaf Kesultanan Aceh (Oemoeng Sara)”. Selain itu, peta Belanda tahun 1875 dan 1915 juga menunjukkan kawasan tersebut tidak pernah menjadi bagian dari tanah kolonial atau milik KNIL (militer Belanda).

“Sejak Sultan Aceh Iskandar Muda mewakafkan tanah tersebut, Blang Padang menjadi milik Allah secara hukum Islam, dengan Nazir dipercayakan kepada pengurus Masjid Raya Baiturrahman,” bunyi salah satu poin dalam uraian surat tersebut.

Dalam surat itu, Mualem juga menegaskan bahwa sebagian tanah di kawasan Blang Padang telah memiliki sertifikat wakaf resmi dengan kode 01.01.000006035.0, dan di atasnya kini berdiri rumah imam, lembaga pendidikan agama, serta fasilitas dakwah dan penyiaran Islam. Karena itu, ia meminta agar status tanah wakaf dikembalikan secara penuh kepada Nazir Masjid Raya Baiturrahman, sesuai dengan fungsi awalnya.

Gubernur mengusulkan empat langkah konkret kepada Presiden Prabowo, yakni:

  1. Mengembalikan status tanah Blang Padang sebagai tanah wakaf milik Masjid Raya Baiturrahman.
  2. Mengembalikan pengelolaan lahan kepada Nazir Masjid Raya Baiturrahman.
  3. Memfasilitasi sertifikasi wakaf nasional atas seluruh lahan yang terkait.
  4. Mengkoordinasikan lintas instansi (Kementerian Agama, BWI, dan TNI) untuk memastikan proses hukum berjalan tertib dan sesuai aspirasi masyarakat Aceh.

“Kami memohon perhatian dan kebijakan Bapak Presiden demi menjaga marwah adat dan sejarah Aceh, serta memperkuat nilai-nilai keislaman yang telah diwariskan sejak masa Sultan Iskandar Muda,” tulis Gubernur dalam penutup surat tersebut.

Langkah Gubernur Aceh ini mendapat perhatian luas dari berbagai kalangan, termasuk tokoh agama dan masyarakat sipil yang menilai bahwa perjuangan pengembalian tanah wakaf Blang Padang merupakan ujian bagi konsistensi negara dalam menghormati sejarah wakaf Islam dan kedaulatan adat Aceh.

Beberapa akademisi hukum agraria dari Universitas Syiah Kuala menilai, surat resmi Gubernur Aceh kepada Presiden adalah langkah diplomatik yang sah, namun memerlukan dasar hukum positif agar dapat ditindaklanjuti tanpa menimbulkan gesekan kelembagaan dengan TNI.

“Secara prinsip, tanah wakaf adalah hak milik Allah dan tidak dapat dialihkan untuk kepentingan lain. Tapi dalam praktiknya, pengembalian statusnya perlu koordinasi antar instansi dan payung hukum nasional. Jika ini berhasil, maka Aceh akan mencatat preseden penting dalam perlindungan aset wakaf,” ujar salah satu dosen hukum agraria USK, ketika diminta tanggapan.

Sementara itu, pihak Masjid Raya Baiturrahman menyambut baik langkah Gubernur Aceh tersebut. Mereka menilai, perjuangan ini bukan semata soal tanah, tetapi tentang pengembalian martabat dan nilai-nilai spiritual yang telah menjadi identitas masyarakat Aceh sejak masa Kesultanan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *