Perdagangan Aceh Bukukan Surplus US$ 3,12 Juta pada September 2025 Meski Ekspor Menurun

0

Ilustrasi. Foto: net

THE ATJEHNESE – Kinerja perdagangan luar negeri Aceh pada September 2025 kembali mencatatkan capaian positif. Meskipun nilai ekspor mengalami penurunan cukup signifikan, provinsi tersebut tetap berhasil menutup bulan dengan surplus perdagangan sebesar US$ 3,12 juta.

Data ini disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh yang merilis laporan terbaru mengenai pergerakan ekspor-impor daerah tersebut. Berdasarkan laporan itu, total ekspor Aceh mencapai US$ 50,44 juta, sementara impor berada pada angka US$ 47,32 juta.

Plt Kepala BPS Aceh, Tasdik Ilhamudin, menjelaskan bahwa nilai ekspor Aceh turun 6,89 persen dibandingkan Agustus 2025. Penurunan terjadi pada sejumlah komoditas utama, namun tidak sampai menghilangkan keunggulan ekspor Aceh atas nilai impornya.

“Walaupun ekspor kita turun, Aceh masih surplus karena nilai ekspor tetap lebih besar daripada impor,” ujar Tasdik, Rabu, 5 November 2025.

Batu Bara Masih Dominasi Ekspor Aceh

Tasdik merinci, ekspor Aceh masih didominasi oleh komoditas nonmigas yang menyumbang 89,32 persen dari total ekspor. Sektor batu bara menjadi penyokong terbesar dengan nilai US$ 38,72 juta, berkontribusi 86,29 persen terhadap ekspor keseluruhan.

Sementara itu, migas hanya menyumbang sebagian kecil dari total ekspor, mencerminkan masih kuatnya ketergantungan Aceh pada sektor sumber daya nonmigas, khususnya batu bara.

India Masih Mitra Dagang Utama Aceh

Dari sisi negara tujuan, India kembali mencatatkan posisi sebagai mitra dagang terbesar Aceh. Nilai ekspor ke negara tersebut mencapai US$ 39,25 juta, atau 77,81 persen dari total ekspor provinsi itu. Komoditas yang dikirim mayoritas berupa batu bara dan produk kimia.

Thailand menempati posisi kedua dengan nilai ekspor US$ 6,02 juta melalui komoditas kondensat dan ikan olahan. Disusul Tiongkok yang mencatatkan nilai US$ 1,27 juta dengan produk kimia, kopi, dan rempah-rempah sebagai komoditas utama.

BPS juga mencatat, sebagian besar ekspor Aceh—yakni US$ 44,26 juta atau 87,76 persen—dilakukan melalui pelabuhan yang berada di Aceh. Sisanya dikirim melalui provinsi lain, terutama Sumatera Utara dengan nilai US$ 6,14 juta.

Impor Aceh Naik Didukung Kebutuhan Energi

Di sisi impor, Aceh mencatat kenaikan cukup besar yang sebagian besar dipengaruhi kebutuhan energi dan industri pengolahan. Komoditas gas propana dan butana mendominasi impor dengan nilai US$ 45,89 juta, disusul bahan hasil minyak senilai US$ 1,43 juta.

Negara pemasok impor terbesar berasal dari:

  • Amerika Serikat – US$ 23,73 juta
  • Qatar – US$ 22,16 juta
  • Singapura – US$ 1,43 juta

“Kenaikan impor terutama karena kebutuhan pasokan energi. Gas dan bahan bakar masih menjadi faktor utama yang mendorong meningkatnya impor periode ini,” jelas Tasdik.

Surplus Tetap Terjaga di Tengah Gejolak Global

Meski ekspor mengalami kontraksi, BPS menilai kinerja perdagangan Aceh tetap berada pada jalur positif. Surplus sebesar US$ 3,12 juta menunjukkan bahwa daya saing komoditas Aceh masih terjaga di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Tasdik menambahkan bahwa surplus ini perlu terus dijaga dengan memperkuat diversifikasi ekspor sekaligus mendorong industri pengolahan agar nilai komoditas Aceh meningkat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *